Kita tidak sendiri
Mungkin kita baru dinyatakan HIV-positif atau terinfeksi HIV, sudah mengetahui sejak lama, atau kenal dekat dengan seseorang yang terinfeksi HIV atau AIDS. Semua ini berarti kita hidup dengan HIV. Bisa jadi hal ini adalah kesulitan terbesar yang kita alami dalam hidup. Mesti bagaimana sekarang? Yang penting kita mengetahui kita tidak sendirian.
Halaman ini ditulis oleh orang yang juga hidup dengan HIV untuk membagi harapan dengan teman sebaya. Pada awalnya, mungkin isi buku ini terlihat rumit. Tidak perlu terburu-buru. Lambat laun pengertian itu akan kita dapatkan. Tidak ada cara tertentu untuk hidup dengan HIV. Kita akan menjalani dengan cara kita sendiri.
Harapan kami halaman ini dapat membantu teman-teman memahami apa arti hidup dengan HIV.
Halaman ini adalah sebuah perkenalan agar kita dapat mulai bertindak lebih positif dan dapat mengambil keputusan tentang bagaimana kita dapat menjaga diri dan kesehatan sebaik-baiknya.Saya tidak kehilangan martabat saya sebagai manusia hanya karena saya terinfeksi HIV. Saya bangga atas diri saya sendiri, atas usaha saya menghadapi hidup sebaik kemampuan saya. Saya sayang pada diri saya sendiri, dan tidak perlu ada rasa malu atau rasa bersalah yang mengikat langkah saya. Dan bagi saya, jika saya meninggal karena HIV, bukan berarti saya lebih hina dari pada orang yang meninggal karena sakit jantung atau kanker atau yang lainnya.
Suzana Murni, pendiri Spiritia
Apa yang sebenarnya terjadi?
Kita diberi tahu bahwa kita terinfeksi HIV. Ini berarti di dalam tubuh kita terdapat HIV serta antibodi untuk melawan infeksinya. Menjadi terinfeksi HIV bukan selalu berarti kita telah jatuh sakit, menjadi AIDS, atau sekarat. Beberapa orang hidup dengan HIV di dalam tubuhnya bisa sampai sepuluh tahun bahkan lebih.
Jangan tergesa-gesa mengambil keputusan atau bertindak apa saja. Berikan waktu untuk menjadi lebih nyaman dengan hasil diagnosis. Jangan terlalu memikirkan masa depan – hidup sepenuhnya untuk hari ini.Semua yang pernah terjadi dalam hidup saya, baik yang bagus, yang biasa-biasa saja, atau yang buruk telah membuat saya semakin kaya wawasan, dan mudah-mudahan juha semakin bijaksana. Hal ini berlaku untuk setiap manusia, bukan?
Suzana
Istilah
Seperti bidang baru lain, HIV mempunyai banyak istilah dan singkatan yang pasti membingungkan pada awal kita terlibat. Bila bertemu dengan istilah atau singkatan yang baru, coba cari penjelasan di daftar istilah.
Satu singkatan yang akan sering muncul adalah Odha. Odha adalah orang yang hidup dengan HIV. Maksudnya dengan ‘hidup dengan HIV’ adalah bahwa kita terinfeksi virus tersebut, tetapi tidak pasti kita sakit, dan sekarang ada harapan yang nyata bahwa kita tidak akan meninggal karena infeksi HIV.
HIV dan AIDS tidak sama
HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, sebuah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia.
AIDS singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. AIDS muncul setelah virus (HIV) menyerang sistem kekebalan tubuh kita selama lima hingga sepuluh tahun atau lebih. Sistem kekebalan tubuh menjadi lemah, dan satu atau lebih penyakit dapat timbul. Karena lemahnya sistem kekebalan tubuh tadi, beberapa penyakit bisa menjadi lebih parah daripada biasanya.
Sistem kekebalan tubuh dan antibodi
Sistem kekebalan tubuh kita bertugas untuk melindungi kita dari penyakit apa pun yang setiap hari menyerang kita. Antibodi adalah protein yang dibuat oleh sistem kekebalan tubuh ketika benda asing ditemukan di tubuh manusia. Bersama dengan bagian sistem kekebalan tubuh yang lain, antibodi bekerja untuk menghancurkan penyebab penyakit, yaitu bakteri, jamur, virus, dan parasit.
Sistem kekebalan tubuh kita membuat antibodi yang berbeda-beda sesuai dengan kuman yang dilawannya. Ada antibodi khusus untuk semua penyakit, termasuk HIV. Antibodi khusus HIV inilah yang terdeteksi keberadaannya ketika hasil tes HIV kita dinyatakan positif.
Bagaimana virus ini bekerja?
Di dalam tubuh kita terdapat sel darah putih yang disebut sel CD4. Fungsinya seperti sakelar yang menghidupkan dan memadamkan kegiatan sistem kekebalan tubuh, tergantung ada tidaknya kuman yang harus dilawan.
HIV yang masuk ke tubuh menularkan sel ini, ‘membajak’ sel tersebut, dan kemudian menjadikannya ‘pabrik’ yang membuat miliaran tiruan virus. Ketika proses tersebut selesai, tiruan HIV itu meninggalkan sel dan masuk ke sel CD4 yang lain. Sel yang ditinggalkan menjadi rusak atau mati. Jika sel-sel ini hancur, maka sistem kekebalan tubuh kehilangan kemampuan untuk melindungi tubuh kita dari serangan penyakit. Keadaan ini membuat kita mudah terserang berbagai penyakit.
Masa tanpa gejala
Setelah kita terinfeksi, kita tidak langsung sakit. Kita mengalami masa tanpa gejala khusus. Walaupun tetap ada virus di dalam tubuh kita, kita tidak mempunyai masalah kesehatan akibat infeksi HIV, dan merasa baik-baik saja. Masa tanpa gejala ini bisa bertahun-tahun lamanya.
Karena tidak ada gejala penyakit pada tahun-tahun awal terinfeksi HIV, sebagian besar Odha tidak tahu ada virus itu di dalam tubuhnya. Hanya dengan tes darah dapat kita mengetahui dirinya terinfeksi HIV.
Menjalani cara hidup yang baik dan seimbang sangat bermanfaat bagi kesehatan dan dapat memperpanjang masa tanpa gejala. Cara hidup ini termasuk makan makanan yang bergizi, kerja dan istirahat yang seimbang, olahraga yang teratur tetapi tidak berlebihan, serta tidur yang cukup. Sebaiknya hindari merokok, memakai narkoba dan minum minuman beralkohol yang berlebihan. Jauhkan diri dari stres dan cobalah untuk selalu berpikir positif. Jangan menyalahkan diri – atau pun orang lain – karena kita terinfeksi HIV.
Infeksi oportunistik
Ketika sistem kekebalan sudah sangat lemah, tubuh kita tidak dapat lagi melawan kuman penyebab penyakit. Kuman ini sangat umum di tubuh kita, dan biasanya tidak menyebabkan penyakit, karena dikendalikan oleh sistem kekebalan tubuh yang sehat. Karena kuman tersebut memanfaatkan kesempatan (opportunity) yang diberikan oleh sistem kekebalan tubuh yang rusak, penyakit yang disebabkannya disebut infeksi oportunistik (IO).
Infeksi oportunistik disebabkan oleh berbagai virus, jamur, bakteri dan parasit. Penyakit yang muncul dapat mempengaruhi berbagai bagian tubuh kita, termasuk kulit, paru, mata, dan otak. Beberapa jenis kanker juga dapat diakibatkan oleh infeksi oportunistik.
Infeksi oportunistik dapat diobati. Sebagian infeksi ini juga dapat dicegah dengan memakai obat sebelum penyakit timbul – ini disebut profilaksis. Jika kita pernah mengalami infeksi oportunistik yang sudah diobati, kita juga dapat memakai obat agar infeksi tersebut tidak muncul lagi.
Kesehatan sistem kekebalan: Jumlah CD4
Satu akibat dari infeksi HIV adalah kerusakan pada sistem kekebalan tubuh kita. HIV membunuh satu jenis sel darah putih yang disebut sel CD4. Sel ini adalah bagian penting dari sistem kekebalan tubuh, dan jika ada jumlahnya kurang, sistem tersebut menjadi terlalu lemah untuk melawan infeksi.
Jumlah sel CD4 dapat diukur melalui tes darah khusus, yang disebut tes CD4. Jumlah normal pada orang sehat berkisar antara 500 sampai 1.500. Setelah kita terinfeksi HIV, jumlah ini biasanya turun terus. Jadi jumlah ini mencerminkan kesehatan sistem kekebalan tubuh kita: semakin rendah, semakin rusak sistem kekebalan.
Jika jumlah CD4 turun di bawah 200, ini menunjukkan bahwa sistem kekebalan tubuh kita cukup rusak sehingga infeksi oportunistik dapat menyerang tubuh kita. Ini berarti kita sudah sampai masa AIDS. Kita dapat menahan sistem kekebalan tubuh kita tetap sehat dengan memakai obat antiretroviral (ARV).
Sarana tes CD4 tidak tersedia luas di Indonesia, dan biaya tesnya agak mahal. Karena sel CD4 adalah anggota golongan sel darah putih yang disebut limfosit, jumlah limfosit total juga dapat memberi gambar tentang kesehatan sistem kekebalan tubuh. Tes ini, yang biasa disebut sebagai total lymphocyte count atau TLC, adalah murah dan dapat dilaksanakan hampir di semua laboratorium. Seperti jumlah CD4, semakin rusak sistem kekebalan, semakin rendah TLC. Pada orang sehat, TLC normal adalah kurang lebih 2000. TLC 1.000-1.250 biasanya serupa dengan jumlah CD4 kurang lebih 200.
Diusulkan orang terinfeksi HIV memeriksakan jumlah CD4 atau TLC setiap enam bulan.
Pikiran orang kadang mudah tergoda oleh jumlah CD4 atau TLC, sehingga timbul kecemasan yang tak perlu. Penting kita ingat bahwa jumlah ini hanya sebagian dari cara melihat keadaan kesehatan kita. Gambaran yang utuh dapat dilihat pula melalui gejala yang timbul, kondisi pikiran, mutu hidup, selain berbagai tes. Banyak orang merasa sehat walaupun jumlah CD4 atau TLC-nya rendah.
Viral load
Ada juga tes yang dapat menunjukkan banyaknya virus yang ada di aliran darah kita, yang disebut viral load. Kebalikan dengan jumlah CD4 atau TLC, semakin rendah viral loadnya, semakin baik.
Tes viral load juga tidak tersedia luas di Indonesia, dan harganya sangat mahal. Namun, tes ini tidak begitu penting, dan hanya ada manfaat jika kita memakai terapi antiretroviral.
Terapi antiretroviral
Dulu kita sering dengar AIDS disebut sebagai ‘penyakit yang tidak ada obat.’ Ini istilah yang salah! Sebagian besar infeksi oportunistik dapat diobati, bahkan dicegah, dengan obat yang tidak terlalu mahal dan tersedia luas. Dan sekarang ada obat yang lebih canggih, yang dapat memperlambat kegiatan HIV menulari sel yang masih sehat. Obat ini disebut sebagai obat antiretroviral atau ARV.
Untuk mengobati HIV, tidak boleh memakai satu jenis obat ini sendiri; agar terapi ini dapat efektif untuk jangka waktu yang lama, kita harus memakai kombinasi tiga macam obat ARV yang berbeda. Terapi ini disebut sebagai terapi antiretroviral atau ART.
ART dulu sangat mahal, tetapi sekarang tersedia gratis untuk semua orang di Indonesia dengan subsidi sepenuhnya oleh pemerintah, melalui sejumlah rumah sakit yang ditetapkan sebagai rumah sakit rujukan ARV. Saat ini ada sedikitnya satu rumah sakit rujukan di setiap provinsi. Departemen Kesehatan (Depkes) mempunyai rencana untuk menetapkan rumah sakit rujukan di setiap kabupaten/kota.
ART hanya berhasil jika dipakai secara patuh, sesuai dengan jadwal, biasanya dua kali sehari, setiap hari. Kalau dosis terlupa, keefektifan terapi akan cepat hilang.
Beberapa orang mengalami efek samping ketika memakai ART, terutama pada minggu-minggu pertama penggunaannya. Penting sekali pengguna ART diawasi oleh dokter yang berpengalaman dengan terapi ini.
Terapi penunjang
Terapi penunjang atau sering disebut terapi tradisional adalah terapi tanpa obat-obatan kimiawi. Tujuan terapi ini adalah untuk meningkatkan mutu hidup, dan menjaga diri agar tetap sehat. Terapi ini juga dapat melengkapi terapi antiretroviral, terutama untuk menghindari efek samping. Dapat juga menjadi pilihan jika kita tidak ingin atau tidak dapat memperoleh ART.
Yang termasuk terapi penunjang antara lain adalah penggunaan ramuan tradisional, tumbuh-tumbuhan, jamu-jamuan, pengaturan gizi pada makanan, dan penggunaan vitamin serta suplemen zat mineral.
Juga termasuk dalam terapi ini adalah yoga, akupunktur, pijat, refleksi, olahraga, dan musik. Terapi secara psikologis, spiritual atau agama, dan emosional juga dapat membantu. Termasuk di sini antara lain konseling, dukungan sebaya, dan meditasi.
Tanggung jawab pribadi dalam menentukan perawatan
Dengan memeriksakan diri secara teratur (sebaiknya sedikitnya setiap enam bulan), kita dapat terus mengetahui keadaan kesehatan kita. Melalui tes darah (TLC, dan CD4 jika mungkin), serta pemeriksaan oleh dokter, kita dapat melihat sejauh mana HIV mempengaruhi sistem kekebalan tubuh kita.
Dokter memberi saran tentang perawatan bagi kita, tetapi kita sendirilah yang memutuskan untuk mengikuti atau tidak. Semakin banyak pengetahuan kita tentang HIV dan terapinya, semakin baik persiapan kita untuk membahasnya dengan dokter dan untuk mengambil keputusan. Dalam hal hidup dengan HIV, jadilah pasangan kerja yang berpengetahuan bagi dokter kita sendiri.
Hubungan yang baik antara dokter dan pasien sangatlah penting. Yang terpenting adalah rasa percaya. Kita perlu perasaan nyaman dan terdukung ketika membicarakan masalah kesehatan kita dengan dokter. Beri tahu dokter jika ada obat-obatan lain, termasuk jamu-jamuan, yang kita minum. Bertanyalah tentang obat atau perawatan yang diberikan pada kita. Jika kita tidak merasa nyaman dan percaya pada dokter kita, boleh saja mencari dokter lain. Jika merasa perlu mendengar pendapat dokter lain atau ingin bertemu dengan spesialis, bahaslah dengan dokter kita dan mintalah bantuannya untuk mengatur hal ini.
Belajar mengenai HIV dan pengobatannya
Pasien berdaya pasti harus tahu mengenai infeksi, cara kerjanya dan pengobatannya. Manfaatkan informasi yang ada di situs ini untuk belajar dan cari informasi terkini. Minta buku kecil dan seri lembaran informasi dari Spiritia. Pakailah forum tanya-jawab anonim untuk mencari jawaban terhadap pertanyaan mengenai kesehatan dan pengobatan terkait HIV. Bagi rasa di Forum Spiritia. Ikuti kelompok dukungan sebaya (KDS) untuk Odha setempat.
Namun kita harus sadar bahwa ilmu HIV berkembang sangat cepat, dan sering kali informasi yang benar dua tahun yang lalu sudah tidak berlaku lagi sekarang. Lihat tanggal informasi diterbitkan, dan bila sudah kedaluwarsa, coba cari yang lebih mutakhir. Dan ambil sikap sangat berhati-hati mengenai informasi yang diperoleh dari internet (termasuk situs Spiritia, loh!); tidak semuanya benar, ada yang dimuat oleh orang yang tidak berpengetahuan atau yang mempunyai kepentingan sendiri.
Memberi tahu orang lain
Ketika baru didiagnosis terinfeksi HIV atau AIDS, kita kadang merasa keinginan yang amat sangat untuk membagi kabar ini dengan seseorang yang dekat dengan kita: keluarga, teman, bahkan atasan kerja kita. Setelah memberi tahu orang lain, beberapa orang mendapatkan reaksi yang positif dan bermanfaat, tetapi ada juga yang mendapatkan kekecewaan atau malah lebih buruk dari itu.
Kita harus benar-benar yakin bahwa orang yang akan kita beri tahu dapat dipercaya. Yang dapat membantu adalah berbicara lebih dahulu dengan seseorang dari kelompok dukungan sebaya – yang pernah mengalami hal yang serupa, sampai kita merasa cukup nyaman untuk membagi rahasia dengan orang lain.
Orang yang penting untuk diberi tahu adalah pasangan kita, karena hal ini ada hubungan dengan dia juga. Walaupun status HIV seseorang dapat membuat sebuah hubungan yang baik menjadi terganggu, jangan selalu berprasangka hubungan itu lalu akan hancur karenanya.
Menemukan waktu yang tepat untuk membicarakan hal ini memang selalu sulit. Buku kecil ini mungkin bisa membantu dalam menerangkan. Spiritia serta kelompok dukungan sebaya yang lain selalu bersedia membantu dalam proses ini dan dapat memberikan saran serta bimbingan. Spiritia juga dapat mendampingi dalam proses yang lebih sulit, yaitu memberi tahu anak-anak kita.
Kerahasiaan
Tes HIV hanya boleh dilakukan jika ada persetujuan dari kita sendiri dengan disertai konseling (pemberian informasi yang lengkap) sebelum dan sesudah tes. Lagi pula, hasil tes harus dirahasiakan. Hanya ada kewajiban untuk melaporkan kasus jika sudah di masa AIDS. Laporan tersebut hanya harus mencantumkan jenis kelamin dan usia, tanpa identitas lain. Status HIV sifatnya rahasia bagi orang selain kita dan dokter atau konselor kita; kitalah yang dapat memutuskan jika ada orang lain (termasuk keluarga) yang ingin kita mengetahui.
Diskriminasi (perlakuan yang tidak adil)
Dalam Strategi Nasional Penanggulangan AIDS Indonesia disebutkan sebagai salah satu asas dasar bahwa setiap pemberi layanan berkewajiban memberi layanannya kepada orang dengan HIV atau AIDS tanpa membeda-bedakan. Indonesia juga ikut menandatangani Deklarasi Paris Desember 1994, yang menunjukkan janji mendukung orang dengan HIV/AIDS, mendukung antidiskriminasi, hak asasi manusia, serta asas-asas yang etis untuk menjadi bagian dari upaya penanggulangan AIDS.
Jika kita merasa hak kita dilanggar, coba melaporkan ke Spiritia. Semua laporan tersebut akan dijaga kerahasiaan, dan hanya akan ditindaklanjuti dengan persetujuan dari yang bersangkutan dan dengan cara yang tidak menimbulkan risiko padanya.Mereka bersikap diskriminatif karena ketidakmengertian pada masalah yang sesungguhnya. Sejalan dengan pengalaman, saya makin lama makin menyadari bahwa sebenarnya kepercayaan itu begitu kecil dan rapuh, seperti cahaya lilin di tempat berangin.
Saya sangat ingin melihat orang melihat dan berkomunikasi kepada orang terinfeksi HIV dengan cara yang sama mereka melakukannya kepada orang dengan flu. Maksud saya tanpa rasa takut, diskrimisai atau menghakimi.
Suzana
Seks
Kita tidak perlu berhenti berhubungan seks hanya karena kita terinfeksi HIV, tetapi yang penting kita harus melakukannya secara aman.
Seks melalui vagina dan dubur dapat mengakibatkan kulit atau selaput alat kelamin luka atau lecet. Seks yang aman berarti menghindari agar darah, air mani, atau cairan vagina yang terinfeksi HIV tidak masuk ke tubuh pasangan kita melalui luka atau lecet tadi. Ini berarti kita harus memakai kondom setiap kali bersanggama. Pada seks oral (memakai mulut), walaupun risikonya kecil, perlu diperhatikan bahwa luka atau radang pada mulut dan gusi dapat menjadi jalan masuk HIV.
‘HIV Stop di Sini’
Pasti tidak ada satu pun orang di antara kita yang ingin agar pasangan kita mengalami nasib seperti kita. Pasti kita ingin agar virus di tubuh kita tidak menular pada orang lain. Oleh karena itu, diluncurkan prakarsa ‘HIV Stop di Sini’, untuk memotong rantai penularan HIV.
Memang ada banyak tantangan terkait ‘HIV Stop di Sini’, yang dapat sulit dihadapi. Namun ada banyak manfaat buat kita bila kita berupaya untuk mendukung prakarsa ini, termasuk kesempatan untuk mengubah persepsi masyarakat mengenai Odha.
Manfaat seks aman
Melindungi diri kita dari infeksi menular seksual misalnya gonore (GO) atau sifilis, yang akan mempengaruhi kesehatan kita
Melindungi pasangan seks kita dari HIV
Jika pasangan kita juga HIV-positif, seks aman dapat menghindari kita terinfeksi ulang dengan tipe atau jenis HIV yang lain
Kondom
Memakai kondom dengan benar termasuk seks yang aman. Kondom yang dipakai secara benar adalah efektif untuk menghindari masuknya air mani, cairan vagina, atau darah ke dalam tubuh kita atau pasangan kita saat berhubungan seks. Jadi bukan sekadar menghindari kehamilan saja. Virus juga tidak dapat lewat atau menembusi kondom yang kondisinya baik.
Perhatikan tanggal kedaluwarsa yang tertera pada bungkus kondom. Waktu membuka bungkusnya, perhatikan jangan sampai kondom ikut tersobek. Pakai kondom begitu ereksi terjadi. Setelah ejakulasi, lepaskan kondom ketika penis masih tegang untuk menghindari air mani tumpah ke luar. Ikat kondom yang sudah terpakai dan buang di tempat sampah. Pakai kondom baru tiap kali berhubungan seks.
Jika memakai pelicin, pakai yang berbahan dasar air, misalnya KY Jelly, Aquagel atau Sutra lubricant. Jangan memakai pelicin yang mengandung minyak, misalnya baby oil atau krim pelembab tubuh, karena pelicin ini dapat mengakibatkan kondom rusak.
Kesehatan perempuan
Belum banyak dilakukan penelitian ilmiah mengenai HIV dan AIDS secara khusus pada perempuan. Walaupun begitu, kita tetap dapat memberi perhatian lebih pada hal-hal mengenai kesehatan perempuan. Beberapa gangguan kandungan (ginekologis) yang patut diperhatikan di antaranya:
Radang jamur kandida dapat timbul di vagina yang mengakibatkan rasa tidak nyaman, gatal, selain lelah. Menghindari makanan dengan ragi dan gula berlebihan dapat membantu memulihkan radang ini.
Masa haid yang tidak teratur dapat terjadi terkait HIV, terutama jika tingkat kesehatan kita sudah rendah. Jika terjadi, sebaiknya dibahas dengan dokter.
Tes Pap (Pap smear) adalah tes yang dapat menemukan adanya sel-sel penyebab kanker leher rahim. Tes Pap dianjurkan dilakukan secara teratur sedikitnya setiap tahun. Hasil tes yang menunjukkan kelainan dapat segera mendapatkan tindak lanjut sehingga tumbuhnya kanker dapat dihindari. Hasil yang tidak normal dapat juga menandakan infeksi vagina.
Keturunan
Menjadi terinfeksi HIV tidak sama sekali mengurangi hak kita untuk mendapatkan keturunan. Namun pasti ada beberapa keraguan yang muncul terkait mempunyai anak.
Kehamilan
Perempuan yang HIV-positif mungkin memikirkan bersama suami/pasangan tentang kehamilan, atau mungkin sedang hamil. Banyak perempuan mengkhawatirkan risiko bayinya tertular HIV. Ada juga kekhawatiran tentang pengaruh bagi kesehatan sang ibu sendiri, walaupun penelitian baru tidak sepenuhnya mendukung dugaan ini.
Perempuan dengan HIV tidak perlu merasa gagal atau tidak sempurna. Walaupun ada hal-hal yang harus dipertimbangkan secara matang ketika merencanakan kehamilan, risiko bayi juga menjadi terinfeksi HIV adalah di bawah 30%. Risiko ini dapat diturunkan dengan memakai obat. Sebaiknya kita mencari informasi lebih lanjut jika kita mempertimbangkan memperoleh keturunan atau sedang hamil.
Keputusan mengenai kehamilan adalah keputusan kita sendiri, bersama pasangan kita. Dalam konseling, jangan sampai kita merasa dipaksa untuk mengambil sebuah keputusan atau tindakan. Menjadi terinfeksi HIV tidak mempengaruhi atau mengubah hak kita.
Semua bayi yang lahir dari ibu yang HIV-positif memiliki antibodi terhadap HIV dari ibunya. Walaupun begitu, tidak berarti semua bayi tersebut telah terinfeksi HIV. Status HIV bayi yang sebenarnya bisa terlihat paling lambat waktu usianya 18 bulan.
Obat ‘ajaib’
Banyak dari kita yang berhubungan dengan dukun atau orang pintar. Kita tidak boleh menolak kemungkinan adanya keajaiban, tetapi belum pernah tercatat bahwa AIDS dapat disembuhkan – dengan cara apa pun. Kabar bahwa ada orang dengan AIDS yang telah disembuhkan, setelah diteliti, ternyata salah.
Berpikirlah masak-masak dan dengan hati-hati jika ada yang menawarkan penyembuhan. Sebelum kita bersenang hati telah dinyatakan disembuhkan, periksalah darah kita untuk membuktikannya. Penyembuhan palsu lebih berbahaya dan lebih menghancurkan akibatnya daripada belajar menjalani hidup dengan HIV ini.
Binatang peliharaan
Seseorang yang kondisi kesehatannya kurang baik kadang merasa bahwa ia tidak boleh memelihara binatang. Walaupun memang binatang dapat membawa penyakit, melepaskan persahabatan dengan binatang yang disayangi tidak selalu diharuskan. Kasih sayang yang terjalin antara kita dengan binatang peliharaan bermanfaat bagi kita secara emosional maupun fisik.
Pertimbangkan antara manfaat dan risiko dari memelihara binatang. Risikonya adalah tertular virus, bakteri atau parasit yang mungkin hidup pada binatang. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan jika kita hidup dengan binatang peliharaan. Yang terpenting adalah kebersihan, yaitu kebersihan binatang tersebut, kita sendiri, dan lingkungan tempat tinggal. Berhati-hatilah jika membersihkan kotorannya; jangan sampai menyentuh langsung, atau mintalah bantuan orang lain.
Kita tidak bisa menularkan HIV pada binatang peliharaan kita. Sebaliknya binatang tidak bisa menularkan HIV ke orang lain. Jika kondisi kita sedang tidak begitu sehat, ada baiknya kita kenal seseorang yang dapat mengurus binatang kesayangan kita. Membahas dengan dokter tentang apa saja yang harus kita melakukan agar kita dan binatang kita tetap sehat.
Dukungan sebaya
Dukungan sebaya adalah dukungan yang didapat dari atau diberikan oleh orang yang pernah atau juga sedang mengalami hal yang sama dengan kita.
Berada bersama dengan mereka (disebut “kelompok dukungan sebaya” atau KDS), kita akan merasakan suasana yang terjaga kerahasiaannya dan tidak menghakimi. Kita dapat berbincang-bincang tanpa harus menyembunyikan status HIV kita, berbagi perasaan, pikiran, dan pengalaman, serta bertukar informasi yang ada hubungan dengan HIV/AIDS.
KDS juga dapat menjadi wadah bagi kita yang ingin terlibat dalam kegiatan seperti mengupayakan untuk kepentingan Odha, dan ambil bagian dalam acara, baik sebagai pembicara maupun peserta.
Ada lebih dari 200 KDS di seluruh Indonesia, dengan harapan akan dibentuk KDS di setiap kabupaten dan kota di seluruh Indonesia. Untuk daftar KDS yang terakhir, klik di sini.Kelompok dukungan sebaya sebenarnya salah satu terapi nonmedis. Berbagi masalah dan berpikir serta mencari jalan keluar bersama sudah kita kenal sejak lama, dan dapat membuat orang tertolong secara emosional dan secara praktis.
Ada kelompok yang khusus bagi orang terinfeksi HIV saja, ada pula yang melibatkan orang-orang dekat seperti keluarga, teman, ataupun juga melibatkan relawan.
Tidak ada rumus khusus untuk membentuk kelompok dukungan, namun ada satu prinsip yang sudah dibuktikan berkali-kali. Cara yang sudah terbukti dapat menjawab kebutuhan orang terinfeksi HIV di dalam kelompok itu dan memastikan efektifitas keberadaan kelompok ini adalah merancang program dan bentuk kelompok yang berpusat pada klien, yaitu orang terinfeksi HIV yang menjadi anggotanya. Rancang program, kegiatan, dan bentuknya dengan memperhitungkan kapasitas dan keterbatasan serta realita kelompok itu sendiri.
Tantangan yang utama adalah kesulitan orang terinfeksi HIV mengakses atau menghubungi satu sama lain. Membangun kontak dan rasa percaya sulit, dimana diperlukan bantuan pihak luar seperti konselor, dokter, klinik, dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).
Suzana
Langkah berikut
Kalau kita ‘kena’ penyakit apa saja, kita cenderung ingin langsung diobati. Tetapi seperti sudah dibahas, kita dapat hidup bertahun-tahun dengan HIV tanpa mengalami masalah kesehatan apa pun, dan selama masa tanpa gejala itu, HIV kita umumnya tidak diobati.
Walau begitu, sebaiknya kita secepatnya mengunjungi dokter yang berpengalaman dengan HIV, untuk pemeriksaan awal. Cara terbaik untuk menemukan dokter adalah dengan pergi ke rumah sakit rujukan ARV, yang sekarang tersedia di semua provinsi. Kalau kita sudah melibatkan diri dengan kelompok dukungan sebaya (KDS), teman-teman di KDS dapat membantu kita bertemu dengan dokter yang cocok.
Pada pemeriksaan awal, dokter akan menanyakan mengenai riwayat kita, akan melakukan pemeriksaan fisik, dan akan merujuk kita ke laboratorium untuk dilakukan beberapa tes, termasuk tes darah. Tes darah ini kemungkinan akan termasuk tes CD4. Pemeriksaan awal ini menyediakan informasi mengenai kesehatan kita secara umum, dan juga menunjukkan stadium penyakit kita.
Tergantung pada jumlah CD4 dan stadium infeksi, mungkin kita dianggap memenuhi kriteria untuk mulai terapi antiretroviral (ART). ART tersedia gratis untuk semua orang di Indonesia yang memenuhi kriteria tersebut melalui rumah sakit rujukan. Namun kemungkinan ada biaya pendaftaran, dan mungkin biaya lain, walau dengan Jamkesmas kemungkinan ada keringanan.
Dan walau kita belum membutuhkan ART, sebaiknya kita tetap periksa ke dokter setiap enam bulan, agar kesehatan kita dapat dipantau, dan kita dapat mulai ART sebelum kita jatuh sakit dengan infeksi oportunistik yang berat.
Spiritia
Spiritia didirikan sebagai organisasi dukungan sebaya untuk semua orang yang hidup dengan HIV/AIDS dan yang terpengaruh HIV/AIDS (misalnya keluarga, pasangan atau pendamping Odha yang lain), tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, kepercayaan, latar belakang pendidikan dan ekonomi, serta orientasi seksual. Saat ini, Spiritia lebih bekerja sama dengan KDS di seluruh Indonesia.
Spiritia didirikan berdasarkan asas pemberdayaan orang yang hidup dengan HIV/AIDS. Tujuan adalah agar kita dapat benar-benar terlibat dalam kehidupan kita sendiri, kesehatan kita sendiri, dan upaya penanggulangan HIV/AIDS secara lebih luas. Dengan pemberdayaan ini, hidup kita menjadi lebih berarti.
Akhir kataYang penting bukanlah yang sudah hilang
Yang penting adalah yang masih ada
Ketika kita pikir kita telah kehilangan segalanya
Ingatlah, masih tertinggal masa depan
Jangan hilang semangat untuk menjalaninya, kawan!
Edit terakhir: 14 April 2009
========
Artikel menarik.
sumber: http://cpddokter.com/home/index.php?option=com_content&task=view&id=717&Itemid=56.
AIDS Sembuh Berkat Transplantasi Sel
Ditulis Oleh Administrator
Thursday, 13 November 2008
BERLIN, RABU – Seorang pria pengidap AIDS dilaporkan sembuh setelah selama 20 bulan menjalani transplantasi sel induk dari sumsum tulang (bone marrow transplantation) yang biasanya digunakan untuk mengatasi penyakit leukemia.
Dr. Gero Huetter dokter dari RS Charite di Berlin Jerman mengabarkan bahwa salah satu pasiennya asal Amerika Serikat menunjukkan kesembuhan setelah mengidap penyakit mematikan itu selama lebih dari delapan tahun.
Dalam kurun waktu 20 bulan setelah menjalani transplantasi sel induk dari sumsum tulang yang diseleksi secara genetika, pasien berusia 42 tahun itu kini tak lagi menunjukkan tanda-tanda mengidap virus yang melemahkan kekebalan tubuh tersebut.
"Kami menunggu setiap hari bila ada tanda-tanda yang buruk ," ungkap Huetter seperti dikutip AP, Kamis (13/11).
Namun tanda-tanda tersebut tidak juga muncul. Kesembuhan itu didukung pula oleh pemeriksaan para ahli di rumah sakit dan fakultas kedokteran tersebut. Hasil uji lab menunjukkan sumsum tulang, darah, jaringan organ lain pasien semuanya telah bersih dari virus.
Peneliti lain — dan bahkan Huetter sendiri — menilai kasus kesembuhan ini mungkin hanyalah suatu keberuntungan. Walau demikian, kasus in memberi inspirasi lebih besar terhadap potensi terapi gen untuk mengatasi penyakit yang membunuh sekitar 2 juta orang per tahun ini.
Dr. Andrew Badley, direktur riset HIV dan immunologi di Mayo Clinic Rochester, Minnesotta, menilai pemeriksaan yang dilakukan tim Huetter mungkin saja tidak terlalu lengkap dan menyeluruh.
"Sangat banyak bentuk pemeriksaaan dari begitu beragam sampel biologis yang dibutuhkan untuk menyatakan bahwa virus itu tidak lagi hadir dalam tubuh," tegas Badley.
Teknik transplantasi yang dilakukan Huetter bukanlah yang pertama untuk menyembuhkan AIDS atau infeksi HIV. Pada 1999, sebuah artikel dalam the jurnal Medical Hypotheses melakukan tinjauan terhadap hasil 32 kali uji coba yang dilakukan antara 1982 hingga 1996. Pada dua kasus, HIV tampaknya berhasil diatasi.
Pasien Huetter sebenarnya tengah menjalani pengobatan di Charite untuk menyembuhkan dua penyakit sekaligus yakni AIDS dan leukemia. Ketika tengah menyiapkan pengobatan untuk mengatasi leukemia dengan transplantasi sumsum tulang, Huetter - yang juga ahli penyakit hati - teringa bahwa mutasi genetika tampaknya bisa membuat pasien menjadi resisten terhadap infeksi HIV.
Apabila mutasi, yang disebut Delta 32, menurun dari kedua orang tuanya, hal itu dapat mencegah HIV untuk menempel pada sel-sel dengan cara menghambat CCR5, sejenis reseptor yang berperan seperti pintu gerbang./AP
=======
sumber: http://erabaru.or.id/20081116323/penderita-aids-di-jerman-sembuh.html
Penderita AIDS di Jerman Sembuh
NTDTV Senin, 17 November 2008
Seorang penderita AIDS rupanya bebas dari AIDS setelah menerima transplantasi tulang sumsum dalam perawatan leukimia. Dia menerima sel induk (stem cells) dari donor yang mengalami mutasi genetik, menyebabkan dia imun dari HIV, virus yang menyebabkan AIDS.
Dokter-dokter di Jerman ini benar-benar menyaksikan suatu terobosan medis. Mereka telah merawat seorang penderita leukimia di Klinik Benjamin Franklin yang berlokasi di Berlin, yang merupakan bagian dari perawatan transplantasi tulang sumsum. Penderita leukimia berkebangsaan Amerika yang tinggal di Jerman dan berusia 42 tahun ini juga adalah pengidap AIDS.
Setelah menerima transplantasi, secara menakjubkan terlihat bahwa dia tidak menderita HIV lagi. Kejadian ini menjadi headline di koran-koran di Jerman.
Dr. Gero Huetter - yang merupakan ahli leukimia - adalah dokter yang merawatnya. Dia menggantikan tulang sumsum pasien dengan sel induk (stem cells) dari donor yang mengalami mutasi genetik, menyebabkan dia imun dari HIV, virus yang menyebabkan AIDS. Kini dokter tidak dapat menemukan HIV dalam darahnya.
Dr. Gero berkata, "Tindakan yang saya berikan padanya, yaitu transplantasi tulang sumsum, sebetulnya adalah untuk menyembuhkan leukimia, bukan AIDS. Bila penyakit AIDS-nya sembuh, ini merupakan suatu efek samping. Untuk menyembuhkan leukimianya, kami harus melakukan transplantasi tulang sumsum, bahkan bila kami tak dapat menemukan donor yang cocok dengan mutasinya."
Namun efek samping yang tak umum dalam kasus ini tidak dapat merubah perawatan untuk penderita AIDS. "Karena terapi ini punya tingkat resiko kematian yang tinggi, dan tidak dapat dibenarkan secara etis, hanya dapat dilakukan dalam situasi spesial ini, saat pasien harus menjalani transplantasi karena penyakit lain. Saya menegaskan hal ini, untuk mengurangi harapan yang salah," kata Dr. Gero, merujuk pada pemikiran bahwa semua penderita AIDS dapat disembuhkan dengan cara ini.
Para peneliti masih harus menempuh jalan panjang untuk menemukan pengobatan AIDS, dan kasus ini tidak bisa merubahnya. Namun ada suatu harapan bahwa penemuan ini dapat menginspirasi penelitian baru bagi para ilmuwan yang bekerja untuk menemukan cara menangkal HIV.
=======
sumber: www.forumherbal.com/forum/info-herbal/ekstrak-meniran-bantu-penderita- aids/fb_pdf.html
Ekstrak Meniran Bantu Penderita AIDS
Ditulis oleh salman - 2008/09/06 09:44
PARA penderita HIV/AIDS kini mendapat sebuah harapan baru dalam meningkatkan kesembuhan. Berdasarkan hasil
temuan awal dari Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, peluang penderita
HIV/AIDS untuk sembuh semakin meningkat dengan mengombinasikan pengobatan antiretroviral dengan terapi adjuvant
menggunakan ektrak meniran atau phylanthus.
Seperti diungkap DR.Drs.Suprapto Ma'at, Apt, MS, di Jakarta, Kamis (21/8), ektrak meniran berpotensi meningkatkan
harapan kesembuhan para penderita HIV/AIDS karena terbukti dapat meningkatkan kadar salah satu jenis sel
pertahanan tubuh Limfosit T - terutama sel T helper (sel Th).
"Ekstrak meniran untuk penderita HIV AIDS bersifat sebagai adjuvant, terutama untuk meningkatkan T-helpernya. Saya
akan rencanakan untuk menelitinya lebih lanjut dan sangat yakin hasilnya akan baik," ungkap DR. Suprapto dalam
diskusi Kolaborasi Jangka Panjang Penelitian dan Industri Farmasi yang digagas PT. Dexa-Medica .
Ektrak menir, jelas Suprapto, pada prinsipnya dapat digunakan sebagai terapi adjuvant pada pengobatan infeksi yang
membandel seperti infeksi virus, infeksi jamur, infeksi bakteri, intraseluler dan penyakit infeksi kronis lainnya.
"Adjuvant artinya membantu dalam menanggulangi suatu infeksi. Selain diberikan obat standar, ditambah dengan
stimulan. Dengan terapi adjuvant, proses penyembuhan penyakit bisa lebih cepat dan yang lebih penting adalah
menghilangkan proses kekambuhan," papar peneliti yang baru mendapat penghargaan BJ Habibie Technology Award
2008 atas riset aplikatifnya tentang tanaman Meniran untuk Stimuno itu.
Kasus unik
Keyakinan DR.Suprapto akan prospek cerah esktrak meniran bagi pengobatan AIDS makin bulat setelah ia menemukan
kasus peningkatan sel Th secara signifikan pada seorang pasien di RSUD Dr. Soetomo, Surabaya belum lama ini.
"Beberapa bulan lalu, ada seorang pasien asal Denpasar yang juga anak seorang dokter kandungan. Sakit yang dialami
pasien ini awalnya belum diketahui penyebabnya, namun tiga bulan terakhir suhu tubuhnya tak pernah di bawah 39
derajat celcius," ungkapnya.
Pasien ini, lanjut DR Suprapto, sempat dicurigai menderita enfeksi malaria dan TBC, tetapi upaya pengobatan tak
kunjung membuahan hasil. Tim dokter yang terdiri dari beberapa ahli akhirnya menyimpulkan bahwa pasien ini
mengalami masalah kekebalan tubuh, sehingga harus diperiksa kadar limfositnya - terutama sel Th (T-helper atau
CD4+).
Sel Th ini berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya pada sistem kekebalan (misalnya limfosit B, makrofag
dan limfosit T sitotoksik) yang semuanya membantu menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing.
Hasil pemeriksaan T-helper ternyata menunjukkan bahwa kadarnya sangat rendah yakni 52, yang bisa dikategorikan
pasien sudah mengidap AIDS stadium lanjut. Dokter lalu memberikan ekstrak manira dengan penambahan dosis secara
bertahap setiap bulan dan ternyata jumlah sel Th terus meningkat sebelum akhirnya kembali normal memasuki bulan
ketiga.
"Dengan kasus ini, ada rencana untuk melakukan penelitian penggunaan ekstrak meniran di antara pasien HIV/AIDS,
terutama AIDS," ujarnya
DR Suprapto juga telah meminta kepada RSUD Dr Soetomo untuk membantu pasien HIV/AIDS tidak mampu dengan
memberikan ekstrak filantus sebagai terapi adjuvant bersama obat atretroviral.
"Saya yakin ekstrak menir nanti akan dapat membantu, bukan mengobati, penyembuhan HIV/AIDS. Atau paling tidak
memperbaiki kualitas hidup dan memperpanjang umur penderita," tegasnya.
Diambil dari : kompas.com
========
sumber: http://www.hariankomentar.com/arsip/arsip_2006/des_08/hl003.html
Ilmuwan: Beras, Perpanjang Umur Penderita HIV/AIDS
Ini bisa menjadi kabar baik bagi penderita HIV/AIDS. Sebuah penelitian yang dilakukan sekelompok ilmuwan Thailand menyebutkan, makanan tambahan yang diolah dari beras bisa memperkuat kondisi fisik penderita HIV/ AIDS, sekaligus mampu memperpanjang usia hidup mereka.
Peneliti di Pusat Perawatan Phrabaatnamphu, Thailand, yang telah meneliti dan me-ngujicoba selama lebih dari 10 tahun mengatakan, makanan tambahan itu terbukti mem-perbaiki kesehatan penderita HIV di segala stadium.
“Percobaan menunjukkan bah-wa ia (beras) mampu memper-panjang usia, bahkan termasuk bagi penderita tahap akhir. Ia juga mencegah kondisi yang lebih buruk bagi penderita pe-nyakit itu pada tahap awal,” ka-ta Somchai Boonchuen, kepala badan yang mengkhususkan produk antipenuaan dan memperpanjang usia.
Somchai mengatakan, mereka mencoba produk bijirin yang terbuat dari beras pilihan yang belum disebutkan jenisnya pada penderita HIV, setelah diujicoba pada hewan yang sakit. “Setelah melihat penderitaan pasien HIV dan AIDS, kami pikir kenapa produk ini tidak dicoba untuk membantu mereka. Tapi kami tidak pernah memaksa siapa-pun. Biarkanlah si penderita yang mencobanya sendiri,” kata Somchai. Saat ini, sekitar 500.000 orang di Thailand dan hampir 40 juta orang di dunia terjangkit HIV, sebut Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Pengelola pusat perawatan itu, Alongkot Phonlamuk mengata-kan, makanan tambahan beras membantu penderita HIV dan AIDS pulih dengan cepat. “Saya melihat ada penderita yang tidak bisa berjalan saat pertama kali dirawat di sini. Tapi setelah mengonsumsi makanan tamba-han beras, mereka menjadi bisa berjalan,” kata Phonlamuk seperti dilansir global online. “Selain menjadi obat biasa, makanan beras membantu me-nambah berat badan dan men-jadikan mereka lebih sehat,” tambahnya.(hgc/*)
=======
sumber: http://spiritia.or.id/news/bacanews.php?nwno=0041
Pasien HIV-positif pulih dengan baik pascabedah Unduh versi PDF
Oleh: Rose Hoban, Voice of America Tgl. laporan: 26 Desember 2006
Selama beberapa waktu, banyak dokter bedah berpendapat bahwa pemulihan pascabedah pada pasien HIV lebih buruk dibandingkan dengan yang tidak terinfeksi HIV. Tetapi Dr. Michael Horberg, peneliti pasien HIV untuk jaringan rumah sakit the Kaiser Permanente di California, tidak setuju dengan pendapat itu. Ia dan rekannya mengkaji ulang rekam medis 332 pasien HIV-positif yang menjalani pembedahan antara 1997 dan 2002. Itu adalah masa waktu terapi antiretroviral (ART) baru mulai dipakai secara luas.
Horberg ingin mengetahui bagaimana pasien HIV-positif yang memakai ART bertahan setelah menjalani pembedahan. Ia membandingkannya dengan pasien yang tidak terinfeksi dengan usia, jenis kelamin dan tindakan bedah yang sama. “Tentunya, karena umumnya pasien HIV berusia lebih muda, (kami mendapatkan) banyak pembedahan usus buntu, hernia, beberapa bedah empedu, 19 pembedahan terkait dengan pembuluh darah/jantung, empat bedah rahim dan 27 rekonstruksi lutut atau panggul.”
Dalam keseluruhan, Horberg menemukan bahwa pasien dengan HIV berhasil pulih dengan cukup baik. “Perbedaan yang kami temukan, meskipun hanya dalam jumlah kecil, saya kembali menekankan, bahwa hanya sedikit lebih banyak kasus pneumonia yang terjadi pada pasien terinfeksi HIV, satu tahun pascabedah dan kami menemukan terjadinya sedikit lebih banyak kematian pasien HIV-positif.” Tetapi dengan cepat Horberg menunjukkan bahwa para pasien HIV ini adalah yang terparah penyakitnya, termasuk pasien dengan viral load tinggi, atau sistim kekebalan tubuhnya sangat tertekan dengan jumlah CD4 yang rendah.
Horberg menyimpulkan bahwa para dokter tidak boleh menolak pembedahan bagi pasien HIV hanya untuk menghindari risiko dampak buruk. Ia juga mendesak, “Apabila mendesak untuk melakukan pembedahan, maka harus segera dilakukan...Tetapi perhatikan secara cermat tentang perawatan paru yang baik selama proses pembedahan. Apabila pembedahan merupakan pilihan maka mungkin boleh menunda pembedahan sambil mulai ART, agar mengendalikan viral load terlebih dahulu yang dalam banyak kasus dapat dilakukan dalam kurun waktu kurang dari enam bulan.
Penelitian Horberg diterbitkan pada jurnal Archives of Surgery.
Ringkasan: HIV-Positive Patients Can Do Well After Surgery
=======
Tidak ada komentar:
Posting Komentar