Tampilkan postingan dengan label travel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label travel. Tampilkan semua postingan

Selasa, 01 November 2016

PENGGING, Boyolali, Jawa Tengah

https://id.wikipedia.org/wiki/Pengging

Pengging adalah nama kuna untuk suatu wilayah yang sekarang terletak di antara Solo dan Yogya (kira-kira mencakup wilayah Boyolali dan Klaten serta mungkin Salatiga). Pusatnya sekarang diperkirakan terletak di Banyudono, Boyolali. Di Desa Dukuh, Banyudono sekarang dibangun kawasan wisata berupa pemandian yang ramai dikunjungi orang untuk melakukan ritual bersih diri, karena terdapat mata air (umbul) yang dianggap suci. Di dekat tempat pemandian ini juga terdapat makam pujangga Sastra Jawa Baru yang terkemuka, Yasadipura I.

Nama Pengging disebut-sebut dalam legenda Rara Jonggrang tentang pembangunan komplek Candi Prambanan. Selanjutnya, dalam sejumlah babad yang menerangkan penyebaran agama Islam di selatan Jawa wilayah ini kembali disebut-sebut, dengan tokohnya Ki Ageng Pengging. Tokoh ini dikenal sebagai pemberontak di wilayah Kesultanan Demak. Kalangan sejarah di Jawa banyak yang menganggap bahwa Pengging adalah cikal-bakal Kerajaan Pajang, kerajaan yang mengambil alih kekuasaan di Jawa setelah Kesultanan Demak runtuh.

Semenjak berkembangnya Kesultanan Mataram dan masa-masa selanjutnya, wilayah Pengging kehilangan kepentingannya dan pusat pemerintahannya berangsur-angsur menjadi tempat untuk pelaksanaan ritual bagi keluarga penerus Mataram. Pengelolaan situs sejarah ini pada masa kolonial dilakukan oleh pihak Kasunanan Surakarta dan sekarang tanggung jawab berada di tangan Pemerintah Kabupaten Boyolali.


KERATON PENGGING

Pemilihan letak Kraton Pengging tidak lepas dari upaya memanfaatkan potensi air disekitar keraton karena bagi ajaran Hindu disebut air disebut dengan “tirtha amrta” yaitu sebagai pembersih pencuci dan juga sebagai unsur pertumbuhan kehidupan masa mendatang ( Nawawi : 1990), mata air yang terdapat disekitar situs keraton Pengging oleh masyarakat Hindu dipandang sebagai tempat “tirtha amrta” , maka tidak mustahil banyak bangunan Hinduistik selalu berdekatan dengan sumber air.

Disekitar situs ini ditemukan berbagai artefak antara lain tiga buah Yoni serta reruntuhan batu bata di pemakaman umum dukuh Bodean, bahkan Knebel pernah melaporkan bahwa di Bantulan kecamatan Banyudono kabupaten Boyolali dekat perkebunan tembakau terdapat empat buah arca ganeca, sebuah arca Padmapani, sebuah arca Nandi, sebuah Yoni, sebuah saluran air dan sebuah Makara ( Nawawi : 1990).

Wilayah Pengging mengandung akuifer produktif dengan persebaran yang luas. Akuifer ini mempunyai keterusan sedang dengan muka air tanah yang dangkal (Djaeni : 1982) hingga dipastikan bahwa sejak dahulu kerajaan Pengging meletakkan pertanian sebagai andalan kehidupan masyarakat , mengingat ketersediaan air diwilayah Pengging yang selalu melimpah dan terjadi sebelum masa interaksi budaya Pengging berlangsung. Hal ini dapat dibuktikan dengan pembentukan fragipan yang dijadikan landasan bagi struktur bangunan ( Sunarto : 1991 ). Struktur bangunan kuno itu dibangun diatas batu padas yang biasa disebut fragipan. Batu padas ini terbentuk karena dua sebab, sebab yang pertama padas tersebut terbentuk selama proses pembentukan tanah atau warisan suatu siklus pelapukan menjadi bahan induk yang sekarang ada. Sebab yang kedua padas itu terbentuk akibat pengolahan tanah terhadap penetrasi air atau dalamnya persebaran akar Vegetasi (Isa Darmawijaya : 1990 ). Proses ini berlangsung secara terus menerus menyebabkan timbulnya padas. Hasil analisis Palinologi menunjukkan teridentifikasi adanya serbuk padi didalam tanah padas tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kehidupan masyarakat Pengging dahulu menitik beratkan pada sektor pertanian dalam waktu yang relatif lama dan berlangsung terus menerus ( Sunarto : 1990 ).

Hasil penelitian Hidrogeomorfologi menunjukkan bahwa erat kaitan antara fragipan dengan bangunan kuno karena bangunan kuno di Pengging diletakkan diatas fragipan maka kemungkinan juga keraton Pengging yang sudah hancur ini masih terpendam pada fragipan seperti halnya struktur bangunan kuno yang pernah ditemukan pada makam Bodean. Jika demikian kemungkinan besar lokasi keraton Pengging berada diantara makam Bodean dan umbul Kendat seperti yang disebut sebut pada Babad Jaka Tingkir bahwa makam adik ratu Pembayun isteri raja Pengging Handayaningrat yang bernama ratu Masrara atau rara Kendat dimakamkan berada sebelah timur kedaton Pengging ( Moelyono Sastronaryatmo : 1981 ) Nama Pengging itu sendiri disebutkan dalam kitab Negara Kretagama pada Pupuh XVII bait 10. Dilokalisir dikawasan sebelah barat delta Brantas yaitu daerah hulu bengawan Solo (Abdul Choliq Nawawi : 1990 ).

Berdasarkan keyakinan masyarakat, kerajaan Pengging ini dibangun oleh Prabu Aji Pamasa atau Kusumowicitro dari Kediri pada tahun 901 Caka sekitar tahun 979 Masehi ( Andjar Any : 1979) namun keterangan ini belum dapat dijadikan landasan sejarah kerajaan Pengging, mengingat kerajaan Kediri itu sendiri baru berdiri pada abad 11. Berdasartkan publikasi van Bemmelen (1956) dalam Verhandelingen van het Koninklijk Nederland Geologie Mijnbouw Genootschap, v. XVI, p. 20-36. Ada satu prasasti berangka tahun 1041 M tentang maklumat Erlangga di tempat pertapaannya di Jawa Timur dan prasasti ini memuat tentang kerusakan kerajaan (Mataram Hindu di Jawa Tengah) pada tahun 928 Syaka (+ 78 = 1006 M ). Dari angka tahun prasasti Kalkuta tersebut menunjukkan bahwa kerajaan Kediri belum berdiri, karena kerajaan Kediri muncul setelah kerajaan Kahuripan pecah menjadi dua yaitu Jenggala dan Kediri atas bantuan empu Bharadah.

Dari persebaran artefak yang ditemukan disekitar situs Pengging ditemukan fragmen piring dari dinasti T’ang ( 618 – 906 M ) dan fragmen mangkok cina tipe Yueh ( 906 -960 M). Serta fragmen lain yang dibuat pada masa dinasti Sung ( 960 – 1279 M ) Jika dilihat dari persebaran fragmen keramik ini dapat dipastikan bahwa komunitas sosial budaya masyarakat Pengging sejalan dengan kehidupan masyarakat pada masa kerajaan Mataram Hindu yang didirikan oleh wangsa Sanjaya pada tahun 654 Caka (732 M ). Bukti lain bahwa Kerajaan Pengging satu jaman dengan Mataram Hindu yaitu terdapat sisa sisa bangunan monumental berupa candi-candi disekitar wilayah Pengging. N.J. Krom pernah melaporkan tentang temuan bangunan candi disekitar wilayah Pengging antara lain candi Krikil dan candi lor di kecamatan Selo candi ini seusia dengan candi Sewu dekat Prambanan. Selanjutnya NJ. Krom juga melaporkan adanya candi Lembu dan candi Peta sekitar dua kilometer sebelah utara candi krikil, sedangkan desa Canden merupakan suatu kompleks percandian dimasa lalu ( Nawawi : 1990 ), maka dapat diperkirakan kurun waktunya sekitar abad IX – X Masehi. Namun budaya pembuatan bangunan monumental ini berhenti setelah kerajaan Matam Hindu pindah ke Jawa Timur Pindahnya Kerajaan Mataram Hindu ke Jawa Timur pada abad ke 10, menurut van Bemmelen (1956) ada dua sebab : (1) sedimentasi pelabuhan Mataram Hindu di Bergota - Semarang sekarang, dan (2) erupsi besar (volcanic calamity) Merapi di sekitar 928 Caka ( 1006 M ). Menurut van Bemmelen, Merapi telah menyebabkan "death-blow" kepada Mataram Hindu, memunahkan peradabannya yang jaya. Inskripsi (tulisan) di Prasasti Kalkuta menggunakan kata Sanskerta "arnawa" yang digunakan untuk menggambarkan suatu bencana, banjir besar volcanic mud flows (lahar) (van Labberton, 1922 - Natuurk. Tijdschr. V. Nederland Indie, vol. 81). Kata Prof. C.C. Berg, epigraf dan sejarahwan, "arnawa" atau "ekarnawa" artinya Lautan Susu. Mitologi Hindu menyebutkan bahwa lautan susu ini diaduk oleh para dewa pada awal zaman untuk keabadian. Inskripsi di prasasti berbunyi "Jawa seperti sebuah lautan susu" - Jawa dalam keadaan chaos ! Dari chaos itu timbullah keabadian. Begitulah yang dituliskan Erlangga pada 1041 M. Raja-raja Jawa percaya mati dan lahirnya raja baru selalu disertai letusan gunung api yang hebat Inskripsi di Prasasti Kalkuta menceritakan : orang hidup senang seperti di Negeri Indra (Indra = gunung) sampai akhirnya "Mahapralaya" menimpa Jawa, kraton hancur dan kerajaan pun mati. Hanya Erlangga yang dapat melarikan diri bersama seorang teman ke Pegunungan Selatan, di sana hidup sekian tahun lamanya sebagai pertapa, sebelum akhirnya mereka pergi ke Jawa Timur dan mendirikan kerajaan di sana. Walaupun Kerajaan Mataram hancur dan berpindah ke Jawa Timur namun uniknya komunitas kehidupan masyarakat Pengging tidak terpengaruh, Dari hasil penelitian menyebutkan bahwa wilayah Pengging aman dari letusan gunung Merapi (Sunarto : 1990) hanya saja budaya monumental yaitu pembuatan bangunan bangunan Hindu dari batu besar mulai ditinggalkan. Dan digantikan bangunan tanah liat berupa batu bata, hal ini dapat dibuktikan dengan masih adanya sisa-sisa batu bata ukuran besar disekitar makam Bodean

KEHIDUPAN POLITIK

Secara politik kerajaan Pengging ini belum dapat dipastikan apakah merupakan vasal (raja bawahan) dari kerajaan Mataram Kuno atau mungkin juga merupakan bumi perdikan yang lepas dari kerajaan Mataram Kuno. mengingat prasasti yang menerangkan kerajaan Pengging belum ditemukan, satu-satunya bukti tertulis hanyalah prasasti pengging yang dikeluarkan pada tahun 819 oleh Rakarayan i Garung bersamaan dengan Smarattungga berkuasa di Mataram. Pada Prasasti Pengging yang berangka tahun 819 M hanya menyebutkan adanya pendirian bangunan suci agama siwa dan tanah itu diberikan pada masyarakat setempat untuk dijaga sebaik mungkin, kemungkinan besar bangunan yang dimaksud adalah sebuah candi Hindu mengingat didaerah Pengging banyak terdapat Yoni yang bertebaran diberbagai tempat belum lagi banyaknya arca arca siwa yang telah hilang

Pada waktu itu telah ada konsep Otonomi kekuasaan walaupun memunculkan Ketegangan politik karena benturan kepentingan pusat dan daerah sering timbul. Itu pula yang pernah terjadi. Di Jawa, lebih sepuluh abad silam populasi penduduk terbatas, wilayah berpenduduk terisolasi dan juga sulit komunikasi. Penyelenggaraan kekuasaan yang terpusat atas beberapa wilayah susah terselenggara. Penguasa masa lalu hanya dapat mempertahankan kekuasaannya dengan tiga jurus sakti. Pertama pemberian otonomi luas, kekayaan, martabat dan juga perlindungan. Kedua memelihara kultus kebesaran mengenai diri dan istananya. Ketiga memiliki militer yang kuat. Tidak ada bentuk negara dengan kekuasaan mutlak dan kekuasaan tunggal waktu itu. Kerajaan terdiri dari daerah-daerah otonom yang diperintah oleh para rakai atau rakryan. Mereka adalah penguasa di daerah yang mempunyai otonomi cukup luas. Umumnya masih merupakan garis keturunan Sri Maharaja baik melalui garis darah maupun melalui perkawinan. ( Sarjiyanto : 2003 ) dan Pengging tampaknya merupakan bagian dari wilayah yang memiliki otonomi yang dimaksud.

Jika Pengging sebagai daerah otonomi, dimana letaknya? Sementara pusat ibukota Mataram Kuna baru dikenal dari namanya yaitu Medang i bhumi Mataram i Poh pitu, i Mamrati dan i Watugaluh. Seorang rakai sering memiliki sejumlah wanua atau komunitas desa dan senantiasa berusaha meningkatkan prestise dengan memperbanyak bangunan suci. Wanua berada dibawah rama (pejabat desa) sebagai pembesar mereka dan sudah berkelompok dalam watak atau federasi-federasi regional. Seorang Rakai juga sering membuka tanah untuk dianugerahkan pada komunitas Hindu atau Budha yang pada gilirannya diimbangi dengan balasan berupa pemberian gelar-gelar simbolis terutama gelar maharaja, sebuah gelar tertinggi. Dari sini tampaknya integrasi pedesaan dan konsolidasi kekuasaan pada waktu itu sudah cukup maju. Sebagai penguasa dalam lingkungan daerah seorang rakai kadang menguasai arah kebijakan yang akan dilakukan dalam wilayah kekuasaannya termasuk pengembangan bangunan sucinya. Dalam membangun bangunan suci tidak jarang seorang rakai meniru budaya pusat yang menarik dan sebagian yang lain membangun ciri spesifik tersendiri. ( Sarjiyanto : 2003 ) Jika demikian maka dapat disimpulkan pertama tahun 819 Pengging merupakan daerah otonomi yang diperintah oleh seorang Rakai atau Rakryan bawahan raja Mataram. Kedua

Pengging merupakan kerajaan tersendiri tetapi menjadi sekutu Mataram, jika dilihat dari sisa peninggalan disekitar situs Pengging menunjukkan bahwa Pengging adalah penganut Siswa sama seperti dinasti Sanjaya. Setelah Rakai Pikatan berhasil menyatukan kedua wangsa melalui perkawinannya dengan Pramodhawardhani kerajaan Mataram bersekutu dengan Pengging untuk menghancurkan kekuatan Balaputradewa yang bertahan di Benteng Ratu Boko . dari epigrafi yang tertulis di benteng Ratu Boko menunjukkan bahwa tempat itu didirikan oleh Rakai Panadwara yang beragama Budha tetapi disekitar bangunan terdapat bentuk bentuk yang bercirikan Hindu. Jelas adanya campur tangan kekuasaan Hindu hal inilah yang mendukung teori Penguasa Mataram Hindu berupaya menghancurkan kekuatan Balaputradewa yang beragama Budha, kekalahannya melawan kekuatan sekutu Pengging-Mataram menyebabkan ia harus melarikan diri ke Sriwijaya.

STRUKTUR BANGUNAN

Adapun bentuk bangunan keraton Pengging diperkirakan seperti model keraton Hindu pada umumnya namun berbentuk lebih sederhana mengingat Pengging bukanlah kerajaan besar yang menguasai wilayah pulau Jawa tetapi lebih cenderung seperti raja bawahan penguasa otonomi daerah. Kemungkinan bentuk bangunan keraton Pengging digambarkan dalam bentuk joglo, yang terdiri atas pendhapa, gandhok, pringgitan, senthong, longkang, dan pawon, yang setiap bagiannya mengadung makna simbolis yang diyakini oleh masyarakat jawa. Sekarang ini mungkin hanya dimiliki oleh sedikit orang Jawa "papan atas'' yang masih begitu taat ngugemi (memegang teguh) kejawen-nya. Dalam konsepsi Jawa, rumah adalah satuan simbolis, sosial, dan praktis. pendhapa, bagian depan rumah Jawa, sebagai: pendapa dengan empat saka guru dan delapan tiang penjuru di atas tempat menerima tamu-tamu, sanak kadang, tangga teparo, Yang nggadhuh sawah, ladang, merembuk sesuatu untuk kesejahteraan bersama. ( Darmanto Yatman : 1985 ).

Selain itu secara tata letak ada ruang-ruang yang menjadi ciri keraton yaitu sebuah alun-alun dan Magersari sebagai benteng pertahanan lapis dalam. Dengan jalan jalan kecil sebagai lalu lintas keluarga keraton dengan masyarakat luar. Dari data tersebut sangat sayang apabila situs keraton Pengging ini kurang mendapat perhatian dari pemerintah karena dengan memahami peninggalan masa lampau kita dapat menyelamatkan budaya agung sehingga tidak sia sialah pemerintah berupaya meyelamatkan aset budaya ini yang sangat berguna sekali bagi generasi penerusnya. Jika ditinjau dari aspek budaya jelas situs keraton Pengging ini mempunyai peranan yang sangat penting karena terdapat kesinambungan sejarah masa lalu, kejayaan masa lampau dan menjadi spirit bagi anak turunnya untuk selalu berkarya dan berinisiatif mengisi pembangunan ini.


BUPATI PENGGING

Nama asli Handayaningrat adalah Jaka Sengara. Ia diangkat menjadi bupati Pengging karena berjasa menemukan Ratu Pembayun putri Brawijaya raja Majapahit (versi babad), yang diculik Menak Daliputih raja Blambangan putra Menak Jingga. Jaka Sengara berhasil menemukan sang putri dan membunuh penculiknya.

Jaka Sengara kemudian menjadi Adipati/Raja Muda Pengging, bergelar Andayaningrat atau Ki Ageng Pengging I (versi lain menyebutnya Jayaningrat). Kedua putranya menempuh jalan hidup yang berbeda. Kebo Kanigara yang setia pada agama lama meninggal saat bertapa di puncak Gunung Merapi. Sedangkan Kebo Kenanga masuk Islam di bawah bimbingan Syekh Siti Jenar.

Serat Kanda mengisahkan, Handayaningrat membela Majapahit saat berperang melawan Demak. Ia tewas di tangan Sunan Ngudung panglima pasukan Demak yang juga anggota Walisanga. Kebo Kenanga tidak ikut berperang karena takut menghadapi gurunya. Padahal, Syekh Siti Jenar sendiri tidak mendukung serangan Demak.



Jumat, 25 September 2015

PENGGING, Keratonnya Anak Gembala

sumber: KOMPAS, http://www.kompasiana.com/muhammadaprianto/pengging-kratonnya-anak-gembala_5517ea29a333117707b66384


Pengging masih tetap Pengging yang sekarang menjadi Kelurahan Pengging, Kecamatan Banyudana Kabupaten Boyolali. Desa yang kaya akan air dan sumber mata air. Menurut cerita-cerita kuno sering disebutkan bahwa air dan keberadaannya diatas atau istilah Jawa-nya tumampang. Posisi air lebih tinggi jika dibandingkan area persawahan. Tempat seperti demikian yang menjadi pilihan untuk bubak padunungan. Saat ini Pengging terkenal akan kolam renangnya. Pengging menjadi ramai ketika sebelum tiba hari puasa Ramadhan umat Islam melakukan kegiatan yang sering disebut padusan. Tidak hanya masyarakat sekitar yang datang ke Pengging, masyarakat luar kota juga tidak mau ketinggalan.Pengging memang terkenal dengan mata airnya. Maka dari itu namanya terdengar hingga ke Kota Solo. Tempat yang paling ramai dikunjungi di Pengging adalah kolam renang, pasar, masjid hingga Makam Yasadipuran yang hingga kini nama itu dipakai di sebuah Sekolah Menegah Pertama di Solo.

Di Pengging dan sekitarnya banyak sekali patilasan kuno. Seperti makam dan jejak atau tilas Kraton juga ditemukan bekas komplek pacandhen. Salah satunya patilasan yang paling tua berada di Desa Malangan. Berwujud makam, tetapi awalnya hanya bekas candi Syiwais yang sekarang dipercaya sebagai makam Kyai Ageng Sri Makurung Prabu Andayaningrat dan menjadi sebuah tempat yang mengandung nilai sejarah. Beberapa orang yang berziarah ke makam tersebut seperti Pak Sutopo dari Malang dan pengusaha dari Boyolali jadi sukses usahanya setelah berziarah ke makam tersebut. Sebagai wujud syukur, makam dibangun hingga berwujud seperti sekarang ini.

Maksud dan tujuan membangun makam tersebut untuk lebih baik merupakan suatu hal yang positif. Namun di sisi lain pada kenyataannya akan merusak dan angger-angger (monumenten ordonantie), karena dampaknya akan hilang tanda-tanda yang menunjukkan bahwa makam tersebut bekas atau tilas candi yang nantinya akan mempersulit penelitian sejarah dikarenakan hilangnya bukti.

Makam Kyai Ageng Sri Makurung dijaga dan dipelihara oelh juru kunci Arjatiyasa alias Muhammad Khussen. Pak Arja pun mulai bercerita kepada wartawan Jayabaya, Thojib Djumadi. Beliau tidak bisa menjelaskan secara terperinci karena itu hanya dongeng dan diceritakan secara turun temurun. Namun apa yang dijelaskan oleh beliau cocok dengan isi dari Babad Pengging yang sampai saat ini masih tersimpan di Museum Sono Budoyo Yogyakarta dengan nomer daftar SB 49.

Pak Arja mulai bercerita. Keanehan mulai terlihat ketika beberapa anak bermain di sekitar tempat tersebut dan dijadikan ratu pasti akan jatuh dan meninggal, Walaupun demikian anak-anak yang bermain di sekitar tempat tersebut masih bermain ratu-ratunan. Akhirnya tidak ada lagi yang bersedia untuk menjadi ratu. Kemudian keanehan itu terjadi lagi ketika anak-anak yang lebih tua (dewasa) memaksa yang lebih muda untuk menjadi ratu dan akhirnya meninggal juga.

Setelah kejadian demi kejadian, seperti biasa anak penggembala itu berkumpul dan bermain di tempat yang memiliki keanehan tersebut. Hewan-hewan mereka dikumpulkan di sebuah tempat yang lapang untuk mencari makan. Tidak khawatir hewannya akan merusak ataupun hilang. Salah satu dari anak yang berkumpul mengatakan bahwa dirinya bermimpi ada seseorang anak yang kuat dan menjadi ratu. Anak yang dimaksud tidur di atas batu. Sekumpulan anak tersebut mulai mencari, bertemulah mereka dengan si Cekohrogoh anak dari Ki Mundhingsari yang pada waktu itu pernah tidur diatas batu kemudian si Cekohrogoh dipaksa menjadi ratu.

Cekohrogoh adalah anak yang nakal, walaupun ia berada dalam kumpulan anak-anak gembala dia datang tidak untuk menggembalakan hewannya. Dia hanya mencari tempat untuk menenangkan diri dan minggat karena tidak patuh terhadap kedua orangtuanya. Cekohrogoh bersedia menjadi ratu dengan persyaratan semuanya akan patuh terhadap perintahnya. Anehnya anak-anak yang berkumpul seperti terkena hipnotis, semua patuh dan taat pada Cekohrogoh. Selain itu Cekohrogoh juga menjadi bersinar cahaya dan tampak berwibawa. Permainan pun berubah menjadi sesuatu hal yang serius. Dari perintah Cekorogoh, anak-anak penggembala hewan mendirikan kraton. Hal itu terjadi hingga ke telinga para orang tua.

Cekohrogoh jadi raja di Kraton Pengging yang berjulukan Kyai Ageng Sri Makurung. Dalam pemerintahannya Kyai Ageng Sri Makurung dibantu oleh anak-anak yang dulunya teman bermain yang dijadikan prajurit dan pembantu pemerintahan yang bertempat di Pengging di bawah kaki Gunung Merapi.


Mengikuti Sayembara Majapahit

Kraton Pengging namanya santer terdengar dan di elu-elukan para masyarakat karena tanahnya yang subur terletak antara Gunung Lawu dan Gunung Merapi . Hal itu membuat kekhawatiran Prabu Brawijaya V di Majapahit. Karena Majapahit belum merasa puas jika belum menguasai Nusantara, masih ada yang berani menampilkan dirinya di Pelataran Kraton Majapahit dan Pengging harus ditaklukkan. Untung pada waktu itu Ki Sabdapalon member rekomendasi dan meredamkan amrah Prabu Brawijaya. Ki Sabdapalon berkata bahwa dirinya mendapat wahyu tentang Pengging, Pengging jangan diajak untuk berperang namun sebaliknya, Sang Prabu membuat sayembara.

Pada saat yang bersamaan Majapahit sedang menghadapi Ratu Bali yang tidak mau tunduk pada Majapahit. Menanggapi saran dari Ki Sabdapalon, Prabu Brawijaya woro-woro, mengumumkan bahwa siapa saja yang bisa menaklukan Bali bakal dijadikan menantunya.

Ki Ageng Sri Makurung datang ke Majapahit untuk mengikuti sayembara. Berangkatlah Ki Ageng Sri Makurung untuk menaklukan Bali. Bukan hal yang sulit untuk menaklukan Bali. Karena Ratu di Bali adalah Rama dari Ki Mundhingsari yang tidak lain dan tidak bukan adalah eyang dari Ki Ageng Sri Makurung. Usahanya pun berhasil, Ki Ageng Sri Makurung diberi hadiah oleh Prabu Brawijaya dan diangkat menjadi keluarga kerajaan serta menjadi ratu di Pengging dengan julukan Adipati Andayaningrat.

Pernikahannya dengan putri Majapahit mempunyai 3 keturunan. Anak Pertama bernama Keboamiluhur yang berada di Malangan, kedua Ki Ageng Kebo Kanigara dan ketiga Kebo Kenanga yang merupakan pengganti tahta di Pengging.



Pustaka : (Pengging, Kratone Bocah Angon ;Thojib Djumadi; Jayabaya; Reksopustoko Mangkunegaran; B555)

Kamis, 30 April 2009

Sistem Transportasi dalam kota di Belanda


Sistem Transportasi di Belanda berbeda dengan di Indonesia, untuk itu perlu dipelajari.
Ini merupakan sedikit informasi transport dalam kota yang mungkin dapat berguna, dihimpun dari beberapa sumber.

Bis dan Trem
Di Belanda, bisnya tepat waktu. Lebih baik datang lebih awal daripada ketinggalan dan harus nunggu lagi. Jadwal bis bisa dilihat melelui website ini: http://www.9292ov.nl.

Cara pembayaran untuk bis ini ada dua jenis, yaitu dengan menggunakan strippenkaart dan dalkartje.
Strippenkaart ini bisa dibeli di kios-kios di stasiun, di toko-toko buku, dan di supermarket. Jenisnya ada dua, yang 15 biji atau 45 walaupun kalau dibandingkan, yang 15 biji tidak lebih murah terlalu jauh dibanding bila membeli yg 45. Menggunakan strippenkaart ini lebih murah daripada membeli dalkartje.

Dalkartje ini bisa dibeli di atas bis. Biasanya penumpang yang tidak punya strippenkaart membeli dalkartje. Bayarnya cash ke supir bis pada waktu naik. Harga dalkartje sekitar € 1,20, setara dengan dua strip strippenkaart.