Seni dan teknik pembuatan yang tinggi diperlukan untuk membuat desain uang, sehingga uang adalah sebuah karya seni.
Siapa yang tak mengagumi keindahan gambar uang Rp.10.000 tahun 1975 atau biasa disebut sebagai uang barong?
Indonesia mulai membuat ilustrasi untuk uang kertas sendiri pada masa Orde Lama. Ilustrasi pertama dilukis oleh Oesman Effendi dan Abdul Salam. Dengan kemajuan yang sangat pesat di bidang teknologi penerbitan dan ilustrasi maka pada tahun 1951 pelukis Oesman Effendi dan ilustrator Abdul Salam dikirim ke Belanda untuk mempelajari cara-cara membuat ilustrasi pada uang kertas, yang nantinya akan diajarkan di tanah air.
Desainer atau perancang uang disebut dengan istilah delinavit.
Siapa yang tak mengagumi keindahan gambar uang Rp.10.000 tahun 1975 atau biasa disebut sebagai uang barong?
Indonesia mulai membuat ilustrasi untuk uang kertas sendiri pada masa Orde Lama. Ilustrasi pertama dilukis oleh Oesman Effendi dan Abdul Salam. Dengan kemajuan yang sangat pesat di bidang teknologi penerbitan dan ilustrasi maka pada tahun 1951 pelukis Oesman Effendi dan ilustrator Abdul Salam dikirim ke Belanda untuk mempelajari cara-cara membuat ilustrasi pada uang kertas, yang nantinya akan diajarkan di tanah air.
Desainer atau perancang uang disebut dengan istilah delinavit.
Sebagian besar uang kertas Indonesia yang terbit antara tahun 1952 hingga 1988 mencantumkan nama desainer uang tersebut.
Keterangan tersebut dapat dilihat di bagian muka uang, tepatnya di sebelah kiri bawah. Nama desainer tertulis dalam huruf kapital dan diikuti dengan tulisan "DEL.", yang merupakan singkatan dari "Delinavit" alias perancang uang. Dengan demikian kita jadi tahu siapa nama perancang uang yang kita gunakan sehari-hari.
Uang kertas pecahan Rp.5 dan Rp. 0 tahun 1950 pada era Republik Indonesia Serikat, RIS, Rp.1 dan Rp.2,5 tahun 1951/1953, Rp.1 dan Rp.2,5 tahun 1954/1956, seluruh uang keluaran tahun 1957 yaitu seri hewan, Rp.5 tahun 1958, seluruh uang keluaran tahun 1959 yaitu seri bunga, uang-uang bergambar Presiden Soekarno keluaran 1960, Rp.1 dan Rp.2,5 tahun 1961, Rp.1 dan Rp.2,5 tahun 1964, Rp.100 dan Rp.500 tahun 1977, Rp.1.000 dan Rp.5.000 tahun 1975, serta Rp.10.000 tahun 1979 tidak dicantumkan nama desainernya.
Di tahun 1980, Perum Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri) kembali mencantumkan nama perancang uang di atas uang yang mereka cetak. Dimulai dengan pencantuman nama Sudirno di uang pecahan Rp.1.000 tahun 1980 dan nama AL Roring di uang pecahan Rp.5.000 tahun yang sama. Uang kertas terakhir yang mencantumkan nama desainernya adalah pecahan Rp.500 tahun 1988. Uang yang biasa disebut sebagai uang kijang atau menjangan ini mencantumkan nama Soeripto.
Sayangnya, sejak edisi 1992, uang-uang kertas Indonesia tidak lagi mencantumkan nama perancangnya.
Umumnya, perancang uang adalah pegawai Perum Peruri. Entah apakah mereka awalnya bukan pegawai lalu direkrut karena kepiawaiannya dalam melukis, atau sejak awal memang sudah bekerja di Peruri. Yang jelas, nampak sekali Peruri begitu menghargai hasil karya para perancang uangnya. Bentuk penghargaan itu adalah dengan mencantumkan nama si perancang di bagian muka uang.
Berikut beberapa nama perancang uang Indonesia:
Umumnya, perancang uang adalah pegawai Perum Peruri. Entah apakah mereka awalnya bukan pegawai lalu direkrut karena kepiawaiannya dalam melukis, atau sejak awal memang sudah bekerja di Peruri. Yang jelas, nampak sekali Peruri begitu menghargai hasil karya para perancang uangnya. Bentuk penghargaan itu adalah dengan mencantumkan nama si perancang di bagian muka uang.
Berikut beberapa nama perancang uang Indonesia:
- Junalies lahir di bukittinggi, 14 juni 1924. Mulai bekerja di peruri pada 1 agustus 1955 sampai wafat di jakarta 10 september 1976.
Karya:
- Seri pekerja, tahun 1958, 1963 dan 1964
- Seri sandang pangan dan sudirman pecahan 1 dan 2,5 rupiah, dan salah satu masterpiecenya yaitu Rp.10.000 barong tahun 1975 - Sadjiroen
lahir di kendal 4 maret 1931, mulai bekerja di peruri pada 12 desember 1955 sampai dengan 1 april 1987.
Karya:
- Seri Sudirman mulai pecahan Rp5 hingga Rp10.000.
- Bersama Junalies ia menghasilkan desain uang Rp.10, Rp.50 dan Rp.500 tahun 1958; Rp.10 tahun 1963, serta Rp.50 dan Rp.100 tahun 1964. Entah kebetulan atau tidak, dalam kerja sama keduanya M. Sadjiroen selalu mendapat bagian mendesain bagian belakang uang (reverse), sedangkan Junalies bagian muka (obverse). - Risman Suplanto
lahir di magelang 13 september 1927 dan mulai bekerja di peruri pada 16 juli 1956 sampai dengan 1 oktober 1984.
Karya:
- Pecahan Rp.500 tahun 1977 - Heru Soeroso
lahir di purwokerto 22 desember 1936. Mulai bekerja di peruri pada 26 september 1961.
Karya:
- Burung Dara Rp.100 tahun 1984 - AL. Roring
lahir di gombong 15 agustus 1934, mulai bekerja di peruri pada 12 oktober 1964 sampai dengan 1 september 1990.
Karya:
- Sisingamangaraja Rp.1000 tahun 1987
- Pengasah Intan Rp.5000 tahun 1980 - Sudirno
lahir di pacitan 9 juni 1942 dan mulai bekerja di peruri pada 22 juni 1965.
Karya:
- dr. Soetomo Rp.1000 tahun 1980
- RA. Kartini Rp.10.000 tahun 1985. - drs Soeripto Gan
lahir di klaten 16 agustus 1946, mulai bekerja di peruri pada 4 november 1965.
Karya:
- Uang kertas emisi tahun 1980an - Mujirun
lahir 26 November 1958, mulai bekerja di peruri pada 1979.
Karya:
- Pak Harto Mesem Rp.50.000 1995.
- Sisingamangaraja XII Rp.1.000 1987
- rusa Cervus timorensis Rp.500 1988
- Gunung Anak Krakatau Rp.100 1991
- Gunung Kelimutu Rp.5.000 1991
- Ki Hajar Dewantoro Rp.20.000 1998
- Paskibraka Rp.50.000 1999
- Kapitan Pattimura Rp.1.000 2001
- Pulau Maitara dan Tidore Rp.1.000 2001
- Tuanku Imam Bonjol Rp.5.000 2001 2001
- Oto Iskandar Di Nata Rp.20.000 tahun 2004.
- I Gusti Ngurah Rai Rp.50.000 tahun 2009 - saat ini di peruri masih ada sekitar 4 orang pelukis uang kertas, sayangnya saya belum memperoleh data tentang mereka dan akan saya update jika ada.
Hal wajar, mengingat Seri Kebudayaan dicetak oleh dua perusahaan asing. Thomas de la Rue (TDLR) asal Inggris mencetak pecahan Rp.5, sedangkan Joh. Enschede en Zonen asal Belanda mencetak Rp.10, Rp.25, Rp.50, Rp.100, Rp.500, dan Rp.1.000.
Pada pecahan Rp. 5 tahun 1952, tercetak nama C.A. Mechelse sebagai perancangnya. Mechelse tak hanya merancang pecahan Rp.5, tapi juga Rp.100 dan Rp.1.000 (reverse). Pada Rp.1.000, bagian depan (obverse) dikerjakan oleh desainer lain bernama F. Masino-Bessi.
Mechelse sendiri tampaknya adalah desainer yang bekerja pada Joh. Enschede en Zonen. Selain uang Indonesia Seri Kebudayaan, namanya juga terdapat di uang Suriname pecahan 10 Gulden 1963 (dicetak oleh Joh. Enschede en Zonen) dan uang Belanda pecahan 50 guilder 1945.
Sedangkan Masino-Bessi merancang 7 uang Italia selama periode tersebut, yakni pecahan 1.000 dan 10.000 lira 1962, 5.000 lira 1964, 50.000 dan 100.000 lira 1967, 1.000 lira 1969, dan 5.000 lira 1971.
Nama perancang asing di rupiah selanjutnya adalah S.L. Hertz asal Belanda yang dikenal dengan naka Sem Hartz. Sama seperti C.A. Mechelse, ia merupakan desainer tetap Joh. Enschedé en Zonen. Ia bergabung dengan perusahaan pencetak uang yang bermarkas di Haarlem ini sejak 1936. Bersama perusahaannya ia telah menghasilkan banyak desain uang, salah satunya Rp10 tahun 1952. Selain uang, ia telah banyak merancang perangko berbagai negara. Nama Hertz juga dikenang sebagai penemu jenis huruf (font) Juliana yang sangat membantu dunia percetakan menghemat banyak tinta.
Proses pengajuan desain uang melalui tahapan yang cukup ketat mengingat tingginya tingkat kerahasiaannya.
Selama ini pembuatan gambar uang itu dilakukan dengan proses seleksi yang ketat. Lima engraver Peruri diminta untuk menggambar secara manual dengan teknik pen drawing.
Gambar-gambar tersebut kemudian diserahkan ke pimpinan BI. Begitu gambar disetujui, seniman yang membuat baru bisa mengerjakannya.
Engrave pada mata uang adalah salah satu pengaman mata uang, sehingga perlu dibuat serumit mungkin namun tetap menghasilkan gambar yang realistis.
Engrave adalah menggambar diatas plat baja, kemudian ia mengukir gambar mata uang tersebut di atasnya. Prosesnya harus melakukannya secara perlahan, garis demi garis, teliti dan tidak ada kesalahan. Engraver menggunakan pisau baja dan alat ukir khusus berujung mirip huruf V serta alat pembesar gambar di uang kertas. Komposisi gambar seperti gelap terang, bayangan, hingga dimensi, dibedakan dengan ukiran garis pada pelat baja. Proses ini tidak boleh salah sedikit pun. Jika terjadi kesalahan, master cetakan akan rusak dan Engraver harus mengulang proses engrave dari awal.
Teknik Engrave termasuk rumit, menggambar menggunakan pisau dengan teknik cukil. Sepintas mirip teknik mengukir. Namun, teknik Engrave lebih sulit karena diaplikasikan di media yang kecil dengan skala satu banding satu. Bisa dibayangkan tingkat ketelitian dan presisinya.
Waktu pengerjaan uang kertas menghabiskan waktu 3 hingga 4 bulan.
Demikian ulasan tentang para pelukis uang kertas kita. Apabila ada informasi yang lebih lengkap dan akurat, dengan senang hati akan saya tambahkan dalam tulisan ini.
dikutip dari berbagai sumber.
1 komentar:
Mohon infonya yang lebih detail tentang pelukis uang Oesman Effendi dan Abdul Salam yang juga ikut andil dalam mendesain uang seri Budaya tahun 1952.
Posting Komentar